Jakarta, CNN Indonesia —
PDI Perjuangan menyindir Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disiapkan pemerintahan Jokowi untuk presiden terpilih Prabowo Subianto. Pasalnya, belanja APBN tahun pertama masa pemimpinannya mencapai Rp3.500 triliun.
Sindiran juga mereka alamatkan pada target defisit APBN. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit heran defisit APBN di masa kepemimpinan Prabowo sudah dirancang mencapai lebih dari Rp600 triliun. Padahal, Prabowo belum bekerja sebagai presiden.
Dolfie mulanya menegaskan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya berkomitmen dalam menyusun APBN transisi untuk presiden terpilih Prabowo. Ia mendesak pemerintah memberikan ruang fiskal yang cukup untuk Prabowo dan jajarannya menyesuaikan di kemudian hari.
Ia menjelaskan bahwa penyusunan APBN berpedoman pada rencana kerja pemerintah (RKP). Sementara itu, RKP berlandaskan pada rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
“Nah, ini yang jadi soal bagi kita sekarang. RPJMN presiden terpilih ditetapkan paling lambat tiga bulan setelah dilantik (Oktober 2024), jadi baru ada (RPJMN) nanti Januari 2025,” tuturnya dalam Rapat Badan Anggaran, Selasa (4/6).
“Kemudian, defisitnya, ini lebih dasar lagi. Presidennya belum bekerja, anggarannya sudah defisit lebih dari Rp600 triliun. Ini untuk membiayai program siapa? Karena ini anggaran transisi, cara berpikir kita juga transisi. Apakah Menteri PPN (Suharso) ini jadi Kepala Bappenas lagi sehingga bisa mengklaim proyek-proyek di 2025?” tanya Dolfie.
Adapun defisit sesuai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Dalam KEM PPKF APBN 2025, defisit APBN tahun depan dirancang sebesar 2,45 persen sampai 2,82 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Dolfie pun menuding defisit era transisi Jokowi ke Prabowo merupakan tertinggi.
“Defisitnya hampir 3 persen. Pakai batas minimum saja sudah Rp600 triliun. Setiap pergantian pemerintahan kita punya presiden defisit. Nah, defisit transisi ini adalah yang paling tinggi dari proses transisi yang pernah ada,” ujar Dolfie.
Jika dilihat, defisit itu memang paling tinggi. Tercatat pada RAPBN 2005 atau masa transisi Megawati ke SBY, defisit hanya sebesar 0,8 persen dari PDB atau sekitar Rp16,9 triliun. Lalu, defisit APBN 2015 atau transisi SBY ke Jokowi defisit adalah sebesar 2,32 persen atau sekitar Rp257,6 triliun.
Dolfie pun lantas mempertanyakan defisit itu sejatinya akan digunakan untuk belanja apa. Ia heran dengan paparan yang disampaikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Ia mempertanyakan postur APBN 2025 yang disusun seakan tak mencerminkan APBN transisi.
“Jadi, di 2025 ini kalau kita lihat dari arah kebijakan fiskal yang tercermin di postur APBN, belanja negara akan didesain di angka kira-kira Rp3.500 triliun lebih. Pertanyaannya, ini belanjanya siapa pak?” ucapnya.
“Menteri-menteri tidak punya visi misi, yang punya visi misi presiden. (Belanja) Rp3.500 triliun di 2025 ini proyek siapa? Cawe-cawe siapa? Apakah ini proyek-proyek titipan? Kan tidak, APBN bukan tempat penitipan proyek,” cecar Dolfie.
Ia lantas menguliti rencana penggunaan duit negara hingga Rp3.500 triliun di 2025. Dolfie melihat belanja pemerintah pusat untuk tahun pertama Prabowo yang dianggarkan pemerintahan Presiden Joko Widodo mencapai Rp2.600 triliun lebih.
“Proyek siapa ini pak? Menteri yang lama apakah akan jadi menteri lagi? Kementeriannya saja akan bertambah. Ini proyek siapa? Ini harus ada landasannya pak,” tegas Dolfie.
Sementara itu Suharso mengatakan bahwa yang dibahas dalam rapat dengan Badan Anggaran saat ini masih bersifat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) awal.
“Kita akan mutakhirkan lebih lanjut yang akan dibahas lagi berdasar hasil pembicaraan pendahuluan dengan DPR,” katanya.
(skt/del)